Asuransi Konvensional & Asuransi Syariah

Sejarah Berdirinya Asuransi
Perjanjian Asuransi yang bertujuan untuk berbagi Resiko antara penderita musibah dan perusahaan asuransi dalam berbagai macam lapangan, merupakan hal baru yang belum pernah dikenal dalam kehidupan Rasulullah saw, para sahabat dan tabi’in. Namun kini Perusahaan asuransi telah bermunculan seperti Asuransi laut dan kebakaran yang pertama kali muncul di Indonesia adalah Bataviansche zee & Brand assurantie maatshappij, didirikan pada tahun 1843. Pada tahun 1912 lahir perusahaan asuransi jiwa buni putera sebagai usaha pribumi.
Kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang di dasari syariah diawali dengan mulai beroprasinya bank-bank syariah. Hal tersebut sesuai dengan UU no.7 tahun 1992 tentang perbankan dan ketentuan pelaksanaan bank syariah. Untuk itulah pada tanggal 27 juli 1993, ikatanCendekiawan Muslin se-Indonesia (ICMI) melalui yayasan Abdi bangsa Bersama bank Muamalat Indonesia dan perusahaal asuransi Tugu Sepakan mendirikan Asuransi takaful indonesai (TEPATI). TEPATI telah merealisasikan berdirinya PT. Syarikat TAKAFUL Indonesia sebagai Holding Company dan dua anak perusahaan PT. Asuransi takaful Keluarga dan PT. Asuransi takaful umum dua perusahaan tersebut di bentuk berdasarkan UU no.2 th.1992 tentang perusahaan asuransi yang didirikan secara terpisah.
Pendiri dua anak perusahaan PT.syarikat Takaful Indonesia adl dalam rangka penyesuaian dengan ketentuan Bab III pasal 3 UU no.2 th 1992 tentang usaha perasuransian yangt berbunyi:
1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tak pasti.
2. Asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang di kaitkan dengan hidup atau meninggal nya seseorang yang di pertanggungkan.
3. Asuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asyransi jiwa.
Prinsip Asuransi Syariah
meliputi :
1. Sesama muslim saling bertanggung jawab. Kehidupan di antara sesama muslim terikat dalam suatu kaidah yang sama dalam menegakkan nilai-nilai islam. Oleh karena itu, kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim.
2. Sesama muslim harus bekerjasama atau saling bantu membantu. Seorang muslim akan berlaku bijak dalam kehidupan. Oleh karena itu, kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim.
3. Sesama muslim harus saling melindungi penderitaan satu sama lain. Hubungan sesama muslim tersebut diibaratkan suatu badan, apabila suatu anggota tubuh terganggu maka seluruh tubuh tersebut akan merasakan gangguan tersebut atau sakit. Maka, saling tolong-menolong dan membantu menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sistem kehidupan masyarakat muslim.
Ketentuan operasi Asuransi syariah
Dalam operasinya, asuransi syariah berpegang pada ketentuan-ketentuan berikut:
1. Akad
Kejelasan akad dalam praktek muammalah merupakan prinsip karena akan menentukan SAHatau TIDAK SAH nya secara Syariah.demikian hal nya dengan asuransi, akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas. Apakah akad-nya jual beli (tadabuh) atau tolong menolong (takaful).
2. Gharar
Definisi gharar menurut mazhab syafi’i adalah apa-apa yang akibatnya tersembinyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti. Apabila tidak lengkap nya rukun dari akad jual beli atau akad pertukara harta benda dalam hal ini adalah cacat secara hukum.
3. Tabarru’
Tabarru’ berasal dari kata Tabarra yatabarra tabarrauan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut Mutabarri (dermawan). Niat tabarru’ merupakan alternatif uang yang sah dan diperkenankan. Tabarru’ bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta takaful, ketika diantara mereka ada ang mendapat musibah.
4. Maysir.
Islam menghindari adanya ketidak jelasan informasi dalam melakukan transaksi. Maysir pada hakekatnya muncul karena tidak di ketahuinya informasinya oleh peserta tentang berbagai hal yang berhubungan dengan produknya yang akan di konsumsi.
5. Riba
Keberadaan asuransi syariah yang paling substansial disebabkan adanya ketidak adilandalam asuransi dalam asuransi konvensional, misalnya upaya untuk melipatgandakan keuntungan dari praktek yang dilakukan dengan cara yang tidak adil. Semua asuransi konvensional menginvestasikan dana nya dengan bunga.
6. Dana Hangus
Dalam asuransi konvensional adanya dana yang hangus, dimana peserta yang tidak dapat bayar premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa Revising Perioid, maka dana peserta itu hangus. Demikian pula, asuransi non-tabungan atau asuransi kerugian jika habis masa kontraknya dan tidak terjadi klaim. Maka premi yang dibayarkan akan hangus sekaligus menjadi milik pihak asuransi.
Perbedaan Asuransi
Perbedaan asuransi syariah dengan konvensional meliputi:
1.) Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan mengawasi manajemen, produk serta kebajikan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat islam.
2.) Prinsip asuransi syariah adalah takafulli (tolong menolong) sedangkan prinsip asuransi konvensional tadabuli (jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
3.) Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan system bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional investasi dana dilakuin pada sembarang sector dan dengan menggunakan sistem bunga.
4.) Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
5.) Untuk kepentingan pembayara klaim nasabah dana di ambil dari rekening tabarru’ seluruh. Peserta yang sudah di ikhlaskan untuk keperluan tolong menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
6.) Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada klaim, nasabah tidak mendapatkan apa-apa.
Kendala pengembangan Asuransi
Dalam perkembangannya, asuransi syariah menghadapi beberapa kendala diantaranya:
1. Rendahnya tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi syariah yang relative baru disbanding dengan asuransi konvensional yang telah lama masyarakat mengenal, baik nama dna oparisanya. Keadaan ini kadangkala menurunkan motivasi pengelola dan pegawai asuransi syariah untuk tetap mempertahankan idealismenya.
2. Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. Artinya dengan produknya bank lebih banyak berpeluang untuk selalu bisa berhubungan dengan masyarakat. Dilain pihak, masyarakat memiliki sedikit peluang untuk berhubungan dengan asuransi syariah, berkenaan rendahnya kepentingan masyarakat terhadap produk asuransi syariah.
3. Asuransi syariah sebagaimana bank dan lembaga keuangan syariah lain, masih dalam proses mencari bentuk. Oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah sosialisasi, baik untuk mendapatkan perhatian masyarakat maupun sebagai upaya masukan demi perbaikan system yang ada.
4. Rendahnya profesionalisme sumber daya manusia (SDM) menghambat laju pertumbuhan asuransi syariah. Penyediaan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan kerja sama dengan berbagai pihak terutama lembaga-lembaga pendidikan untuk membuka atau memperkenalkan pendidikan asuransi syariah.
STRATEGI PENGEMBANGAN ASURANSI SYARIAH
Adapun strategi yang diperlukan untuk mengembangkan asuransi syariah diantaranya sebagai berikut:
1.Perlu strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memenuhi pemahaman masyarakat tentang asuransi syariah. Maka asuransi syariah perlu meningkatkan kualitas pelayanan (service quality) kepada pemenuhan pemahaman masyarakat ini, misalnya mengenai apa asuransi syariah, bagaimana operasi asuransi syariah, keunutngan apa yang didapat dari asuransi syariah dan sebagainya.
1. Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan system syariah tentunya aspek syiar islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut, syiar Islam tidak hanya dalam bentuk normatif kajian kitab misalnya , tetapi juga hubungan antara perusahaan asuransi dengan masyarakat. Dalam hal ini, asuransi syariah sebagai perusahaan yang berhubungan dengan masalah kemanusiaan (kematian, kecelakaan,kerusakan), setidaknya dalam masalah yang berhubungan dengan klaim nasabah asuransi syariah bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dibanding dengan asuransi konvensional.
2. Dukungan dari berbagai pihak terutama pemerintah , ulama, akademisi dan masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan operasi asuransi syariah. Hal ini diperlakukan selain memberikan control bagi asuransi syariah untuk berjalan pada system yang berlaku, juga meningkatkan kemampuan asuransi syariah dalam menangkap kebutuhan dan keinginan masyarakat.

By yatmizia ilham

Ham & Diskriminasi

  1. Pengertian HAM dan HAM menurut pandangan Islam
  • Pengertian HAM

Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (dalam pasal 1 angka 1 UU No. 39 Thaun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM)

Dari pengertian diatas, maka HAM mengandung 2 makna :

  1. HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan alamat yang melekat dalam diri manusia sejak manusia dilahirkan ke dunia.
  2. HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan instrumen untuk menjaga hakekat dan martabat manusia dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur.

Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :

1. Hak asasi pribadi / personal Right
– Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
– Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
– Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
– Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

2. Hak asasi politik / Political Right
– Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
– hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
– Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
– Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
– Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
– Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
– Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
– Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
– Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
– Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
– Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
– Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
– Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
– Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
– Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
– Hak mendapatkan pengajaran
– Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

  • HAM menurut pandangan Islam

Islam memandang bahwa manusia adalah onyek penghormatan dari sisi Allah SWT, menganugerahi penghormatan itu dan memberikannya kepada manusia sebagai keutamaan (karunia) yang berasal dari Allah SWT. Setiap manusia dengan sifatnya sebagai manusia adalah sama, sama mendapatkan penghormatan ini, meskipun berbeda-beda warna kulitnya tempat tinggal dan nasabnya. Begitu juga antara laki-laki dan perempuan, dalam hal ini juga sama, sama mendapatkan penghormatan itu. Allah berfirman :’’Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al-Isra’: 17 : 70)

B.     Pengertian diskriminasi gender

Diskriminasi gender adalah ketentuan, persepsi atau aturan publik atau privat atau kebijakan yang menegaskan bahwa seseorang tidak diperkenankan melakukan sesuatu karena terkait gendernya.

Bentuk-bentuk mayoritas diskriminasi gender adalah bentuk-bentuk yang memberikan dampak sebagian besar bagi meraka yang tidak semuanya perempuan atau tidak semuanya laki-laki, sedangkan bentuk-bentuk minoritasnya dalah bentuk-bentuk yang memberikan dampak pada suatu minoritas kecil bagi perempuan mauupun laki-laki.

C.    Pandangan Islam terhadap perempuan

Berkembangnya diskursus hak asasi manusia, khususnya hak asasi perempuan, yang dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran akan fakta-fakta kekerasan dan diskriminasi yang dialami perempuan. Kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang cukup tua. Kejahatan jenis ini, sebelumnya merupakan kejahatan yang tidak pernah diakui sebagai sebuah kejahatan dan tidak pernah diadili. Berbeda dengan catatan sejarah kejahatan yang menimpa umat manusia pada umumnya, kejahatan terhadap perempuan menjadi semakin sulit tertangani oleh karena dominasi pandangan/perspektif patriarkat yang melekat dan membantu pada pikiran manusia. Berangkat dari perspektif patriarkat inilah budaya patriarkat terbentuk dan menyatu dalam kebudayaan manusia. Dari sini, ketidakadilan gender menimpa perempuan. Terminologi kesetaraan gender dibangun diatas dasar kesadaran pengakuan adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Karena ketidaksetaraan itu maka, segenap ikhtiar untuk membangun kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan muncul.

Pengakuan adanya ketidakadilan gender adalah modal awal bagi upaya membangun kesetaraan gender. Tanpa pengakuan, ketidakadilan gender akan tetapi titik awal terjadinya berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Peremuan, secara biologis memeiliki perbedaan dengan laki-laki. Perbedaan biologis itu bukanlah menjadi pembenar bagi pemeranan perempuan secara tidak adil, tetapi jurusan menuntut setiap orang, institusi sosial, dan negara untuk maemberikan perlidungan khusus kepada perempuan. Fakta perbedaan biologis ini yang kemudian menjadi argumen perlunya perlindungan khusus bagi perempuan. Namun demikian, yang terjadi di sekitar kita, perbedaaan biologis ini justru menjadi justifikasi praktik ketidakadilan gender: subordinasi (derajat yang rendah), marginalisasi, beban ganda (double burden), kekerasan, dan stereotipe.

Meskipun telah terjadi berbagai kemajuan menyangkut hak-hak perempuan, akan tetapi sejauh yang dapat dilihat dalam tradisi pemikiran islam dan perundang-undang, yang berlaku dibanyak negara muslim, termasuk Indonesia, perempuan masih menghadapi berbagai kendala serius untuk menikmati hak-hak asasinya. Perempuan masih mengalami problem diskriminasi gender. Problem diskriminasi berdasarkan gender muncul baik dalam pandangan dominan kaum muslimin maupun dalam hukum-hukum keluarga dan perdata Islam.

Pertama, perempuan diposisikan sebagai makhluk subordinat dengan tugas-tugas domestik. Al-Qur’an secara eksplisit menyebutkan posisi perempuan ini : “kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagai yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka untuk perempuan”. (QS. An-Nisa, 4:34). Prioritas laki-laki atas perempuan ini juga dinyatakan pada ayat yang lain : “kaum perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibanya. Akan tetapi kaum laki-laki (suami) mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada kaum perempuan (isterinya)”. (QS. Al-Baqarah, 2:228)

Kedua, meskipun konteks ayat 34 surat An-Nisa tersebut berkaitan dengan urusan domestik, tetapi sejumlah pandangan ahli tafsir ayat ini juga dirujuk melalui argument analogis utama (qiyas awlawi) untuk menjustifikasi seluruh peran-peran perempuan didalam wilayah publik-politik. Pemikiran ini juga dikuatkan oleh sumber otoritatif lain yaitu hadist shahih (valid) yang secara eksplisit menegaskan ketidakberuntungan bangsa yang dipimpin presiden perempuan : “lan yufliha qawmun wallau amrahum imra-atan”. “(negara tidak akan maju apabila menyerahkan urusanya terhadap perempuan)”. Argument paling banyak dikemukakan adalah bahwa kehadiranya dihadapan dan bersama laki-laki dapat menimbulkan “fitnah” atau berpotensi menggoda. Argumnet keagamaan yang sama digunakan mayoritas besar ulama menolak peran perempuan dalam wilayah legislatif dan yudikatif.

Ketiga, hak cerai ada ditangan laki-laki (suami). Dalam khazanah hukum Islam suami dibenarkan menceraikan isterinya kapan saja dia mau. Sementara perempuan (isteri) hanya bisa bercerai dari suaminya melalui pengajuan gugatan atau yang biasa disebut “khulu” (gugat cerai). Hal ini juga didasarkan atas teks-teks Al-Qur’an, antara lain : “perceraian (yang boleh rujuk) itu adalah dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang patut atau menceraikannya dengan cara yang patut pula”. (QS. Al-Baqarah, 2:229). Teks-teks Al-Qur’an  yang berhubungan dengan perceraian semuanya ditujukan kepada laki-laki. Norma hukum yang diskriminatif seperti ini juga memiliki implikasi yang busa sangat merugikan bagi kaum perempuan.

Keempat, poligami dibenarkan berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an surah An Nisa, 4:3, dan prakik Nabi. UU Perkawinan 1/1974,misalnya, membolehkan poligami dengan sejumlah syarat yang ketat. Demikian juga dalam Kompilasi Hukum Islam yang menjadi pegangan para hakim.

       Kelima, hukum waris. Bagian waris untuk perempuan adalah separoh dari laki-laki. Ketentuan pembagian harta waris yang dianggap diskriminatif inimerujuk pada ayat-ayat suci Al-Qur’an. Ayat Al-Qur’an tersebut berbunyi : “Aku wasiat (pesan) kepadamu tentang anak-anakmu. Bagi laki-laki sebanding dua kali bagian perempuan”. (Q.S. An-Nisa, 4:11). Menafsir ajaran-ajaran keagamaan secara adil harus dimulai dengan mengkritisi pandangan-pandangan fiqh yang relatif dan sangat sosiologi menggunakan landasan prinsip-prinsip dasar universal Islam. Serta pada dasarnya ajaran Islam adalah adil dan setara dalam memandang laki-laki dan perempuan.

  1.  Pandangan Islam Dalam Hubungan Laki-laki dan Perempuan

Islam telah membatasi hubungan lawan jenis atau hubungan seksual antara pria dan

Wanita hanya dengan perkawinan dan kepemilikan hamba sahaya. Sebaliknya, Islam telah menetapkan bahwa setiap hubungan lawan jenis selain dengan dua cara tersebut adalah sebuah dosa besar yang layak diganjar/disanksi dengan hukuman yang paling keras. Diluar hubungan lawan jenis, yakni interaksi yang lain yang merupakan manifestasi dari “gharizah an-naw” (naluri melestarikkan jenis manusia), seperti hubungan antara bapak, ibu, anak, saudara, paman dan lain-lain. Islam telah membolehkanya sebagai hubungan silaturahmi antar mahram, membolehkan pria atau wanita melakukan aktifitas perdagangan, pertanian, industri, selain itu juga membolehkan mereka dalam menghadiri kajiian, keilmuan, melakukan shalat berjama’ah, mengemban dakwah. Islam telah menjadikan kerjasama antara pria dan wanita dalam berbagai aspek kehidupan serta interaksi antar sesama manusia sebagai perkara  yang  pasti dalam  seluruh muamalat sebab, semuanya adalah hamba Allah SWT dan semuanya saling menjamin untuk mencapai suatu kebaikan serta menjalankan ketakwaan dan pengabdianya.

Ayat-ayat Al-Qur’an telah menyeru manusia kepada Islam tanpa membedakan apakah dia seorang pria ataukah wanita. Allah SWT berfirman dalam (QS.Al-A’raf 7 : 158) “ Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada   Tuhanmu”. Meskipun  demikian, Islam sangat berhati – hati menjaga masalah ini,karena itulah, Islam melarang segala sesuatu yang dapat mendorong tarjadinya hubungan yang bersifat seksual yang tidak disyariatkan. Islam melarang siapapun,  baik wanita  maupun prianya. Keluar dari sistem islam yang keras mengatur hubugan lawan jenis, larangan dalam persoalan ini demikian tegas. Atas dasar itu, Islam menetapkansifat’iffah(menjaga kehormatan) sebagai suatu kewajiban. Islam pun menetapkan setiap metode maupun sarana yang dapat menjagakemuliaan dan akhlak terpuji sebagai sesuatu yang juga wajib dilaksanakan,sebagaimana kaidah rasul menyatakan :

“ Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan adanya sesuatu yang lain, maka sesuatu itupun hukumnya wajib pula” Lebih dari itu Islam telah menetapkan hukum-hukum Islam tertentu yang berkenaan dengan hal ini. Hukum-hukum tersebut banyak sekali jumlahnya,diantaranya ada 5 yaitu :

1. Islam telah memerintahkan kepada umat manusia baik pria maupun wanita untuk menundukan pandangan terhadap lawan jenis.

2. Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duua’an) kecuali jika wanita iru didampiingi oleh mahramnya.

3. Tidak saling menyentuh lawan jenis.

4. Islam sangat menjaga agar dalam kehiduupan komunitas wanita terpisah dari komunitas pria, baik sisalam masjid, disekolah, dan lain-lain.

5. Islam sangat menjaga agar hubungan  kerjasama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan muammalat, bukan hubungan yang wanita hendaknya bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara wanita dengan pria yang bukan mahramnya atau keluar bersama untuk berdarmawisata.

Dengan hukum- hukum ini, islam dapat menjaga interaksi pria dan wanita,sehingga tidak menjadi interaksi yang mengarah pada hubungan lawan jenis atauhubungan yang bersifat seksual. Artinya interaksi mereka tetap dalam koridor kerjasama semata dalam menggapai berbagai permasalah dan melakukan berbagai macam aktifivitas.

Sanksi Pelaku Diskriminasi

Disahkan di DPR pada 28 Oktober 2008, Undang- Undang Nomor 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi, Etnis dan Ras bisa dibilang merupakan undang-undang yang paling penting yang dihasilkan wakil rakyat pada tahun itu. Dengan undang-undang ini, menurut Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang tentang Diskriminasi tersebut, Murdaya Poo, mereka yang melakukan diskriminasi bisa dipidanakan. ”Misalnya sekolah yang melakukan diskriminasi, rektornya atau universitasnya bisa dipidanakan secara personal.

Awalnya undang-undang ini bernama Rancangan Undang-Undang Antidiskriminasi. Sesuai namanya, jika disahkan, undang-undang ini kelak diharapkan akan mencegah segala jenis diskriminasi. Tetapi, belakangan, DPR mengubah dan membatasi cakupannya hanya pada penghapusan diskriminasi etnis dan ras.

Pasal 15:

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta.

Pasal 16

Setiap Orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2 atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Pasal 17

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, angka 4, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ditambah 1/3 (sepertiga) dari masing masing ancaman pidana maksimumnya.

By yatmizia ilham